Nah, selama 1000 tahun pemerintahan
Shogun yang otoriter, gaya militer dan konservatif ini membuat karakter dan
sifat alami rakyat Jepang adalah tunduk (manut) kepada pemimpinnya dan
menjunjung tinggi harga diri seperti sifat seorang prajurit sejati.
Selama 1000 tahun pemerintahan
Shogun sampai tahun 1543, Jepang sudah solid di bawah pemerintahan beberapa
shogun dari beberapa Daimyo. Disini Jepang TIDAK terbelakang. Kebudayaannya
menyerap budaya dari beberapa daerah disekitarnya semisal teknik cetak-mencetak
dan tulisan dari “saudara”nya di Cina. Sampai tahun 1543, ketika kapal-kapal
Portugis pertama kali mendarat di Jepang, Portugis tidak menemukan suatu pulau dengan
penduduknya yang tanpa pemerintahan kuat seperti di Kepulauan Nusantara.
Pemerintahan Shogun yang otoriter serta semangat penduduknya yang tidak kenal
menyerah (semangat prajurit atau Bushido) malah membatasi ruang gerak pedagang
Portugis di Jepang.
Dibawah Shogun Toyotomi Hideyoshi
(1568-1600), Jepang malah disatukan. Pada tahun 1598 malahan Jepang membuat
Aksi Militer-nya yang pertama dengan pertama-tama meng-invansi semenanjung
Korea, sebagian China dan bhakan sampai ke India. Jadi Korea sudah menjadi
musuh “alami” Jepang sejak dulu dan ini bukti bahwa Jepang BUKAN terbelakang.
Karena untuk melaksanakan kampanye Militer sekelas penyerbuan ke Korea, China
dan bahkan India pasti mereka sudah mempunyai teknologi navigasi, kelautan dan
teknologi militer yang baik.
Jepang lalu secara sistematis
meng-isolasi dirinya ketika waktu itu perkembangan kekuatan barat dan laju
misionaris Kristen di tanah Jepang makin signifikan. Pada tahun 1637-1638 (pada
masa Edo) Shogun memerintahkan pembantaian pedagang-pedagang barat dan
misionaris serta pemeluk Kristen di seluruh Jepang. Ini makin membuat Jepang
makin terisolasi dengan menutup dirinya dari pengaruh luar.
Tekanan-tekanan dari Barat saat itu
menuntut Jepang dibuka untuk perdagangan. Comodor Matthew Perry dari AS
akhirnya sedikit memaksa pemerintahan Shogun. Ia dengan 4 kapal perangnya
(1853) memasuki Edo (Tokyo dulu) dan dengan sedikit “Show Off” kekuatan
militernya. ia mengarahkan semua meriam kapalnya ke arah Edo, hal ini terpaksa
memaksa pemerintahan Shogun untuk menandatangani pakta perdagangan dengan
Barat. Jadi untuk pertama kalinya dalam sejarah (sebelum PD II) kapal-kapal
perang AS mengancam dan mengarahkan meriamnya ke Tokyo ya..pada saat membuka
isolasi Jepang tersebut oleh Perry.
Dari sini kemudian isolasi Jepang
dibuka dan dari sini pula rakyat Jepang melihat dan menerima peradaban Barat
secara luas. Shogunate menjadi tidak laku karena dianggap terlalu feodal dan
kuno. Seorang kaisar Jepang yang cerdik (menurut saya) dan cepat tanggap
mempelajari keadaan yang berubah cepat di negerinya segera membuat adaptasi
besar-besaran. Ia me-modernisasi semua struktur negara Jepang. Feodalisme gaya
Shogun yang mulai tidak laku dihapuskan dan kekuasaan kembali ke tangan Kaisar
sebagai kepala negara dan pemerintahan. Pemerintahan Shogunate diakhiri pada
tahun 1868 dengan menyita semua tanah milik Shogun dan secara resmi dibuatkan
undang-undang yang menghapuskan sistem Shogunate, Daimyo dan Samurai ini
(1871). Gerakan “Kembali ke Kaisar” ini sudah muncul sedari tahun 1863, gerakan
“Bebaskan Kaisar dan Buang Barbarian” muncul untuk mengembalikan kembali fungsi
penuh seorang Kaisar Jepang. Kaisar Jepang yang cerdik ini bernama Meiji (masa
pemerintahan 1868-1912.
Meiji secara cerdik memodernisasi
negaranya dengan mengadopsi secara besar-besaran seluruh sistem dari
institusi-institusi barat, budaya dan sistem kenegaraan. Semua model
kenegaraan, institusi negara, pajak, Land reform, budaya, pakaian dan lainnya
ditiru dari barat. Terlebih yang paling penting adalah pembangunan angkatan
perang modern. Pada awalnya (1872-1889) Meiji meniru model tentara Perancis
karena trainer-trainer dan konsultan militernya didatangkan dari Perancis.
Setelah Perancis kalah dari Prussia (Jerman) dalam perang Perancis-Jerman
(1870-1871), Jepang segera menjalin hubungan militer dan kerjasama pembentukan
tentara Jepang Modern bersama Kekasisaran Prussia (Jerman), yang memang
terkenal kuat dalam kemiliteran.
Nah, sekali lagi Jepang TIDAK BISA
dibilang terbelakang, dari paparan diatas terlihat bahwa JEPANG SUDAH MEMILIKI
TEKNOLOGI YANG BERARTI bahkan ketika Perang Dunia II masih jauh didepan. Semua
teknologi ini diserap dan dipelajari (dari bangsa Barat) oleh bangsa Jepang
yang terkenal mempunyai harga diri tinggi dan semangat tidak kenal menyerah. Menurut
saya, cara Jepang yang mengadopsi budaya barat secara besar-besaran ini
membuatnya sebagai negara yang maju dan melesat jauh dibidang teknologi. Jauh
meninggalkan Asia khususnya China dan bahkan Russia sebagai “tetangga”
Eropanya.
Efek dari modernisasi yang dilakukan
Meiji adalah majunya Jepang sebagai suatu negara. Maka sesuai hukum
Industrialisasi, majunya Industrialisasi di suatu negara perlu didukung dengan
ketersediaan bahan mentah. Anggapan seperti inilah yang dimanfaatkan oleh
petinggi-petinggi militer Jepang. Sikap Bushido dan karakter bangsa yang keras
dan penurut pada pemimpinnya (akibat 1000 tahun diperintah oleh Shogun yang
memang militer) membuat rakyat Jepang terjerumus pada Fasisme. Apalagi toh
keadaan Jepang waktu itu makmur dan maju (sekali lagi bukan terbelakang),
sehingga ada kepercayaan diri yang besar akan keberhasilan sebagai suatu
bangsa. Secara khusus pada tahun 1890-an Angkatan Perang Kekaisaran Jepang
merupakan Angkatan Perang PALING MODERN, PALING TERLATIH, PALING LENGKAP PERALATANNYA
dan PALING BAIK MORALNYA (kebanggaan dan semangat Bushido) di seluruh daratan
Asia.
Agresifitas Militer Jepang sudah
keliatan ketika dengan angkatan perang modern-nya, Jepang mulai mengganggu
Kekaisaran Ching di China yang memang lemah dan korup. Perang China-Jepang
(1894-1895) ini memperebutkan kontrol atas Semenanjung Korea. Pada September
1905 Jepang bahkan menang atas Russia, dalam perang memperebutkan pengaruh atas
Manchuria dan Korea. Atas kemenangannya ini Jepang sudah bisa membuktikan bahwa
angkatan perangnya DAPAT mengalahkan kekuatan Barat. Segera setelah ini,
Manchuria dan Korea menjadi jajahan Jepang.
Jadi… negara Jepang tidak bisa
dibilang terbelakang dan sebelum PD II, SEBALIKNYA, kekuatan militer mereka
bahkan mengancam negara-nagara tetangga-nya di Asia Timur. Eskalasi atau puncak
dari kekuatan dan rasa percaya diri Angkatan Perang Jepang… ya justru di Perang
Dunia II. Mereka dengan yakin membokong Amerika di Pearl Harbour. Kekuatan
militernya bukan tiba-tiba begitu saja muncul, tetapi sudah dibangun sejak dulu
dan menjadi semakin kuat, puncaknya … ya pada Perang Dunia II itu.
Resep Jitu mengapa orang Jepang bisa Maju…
Terima kasih buat Pak Gatot yang telah menyempatkan diri
berbagi dengan kita semua, izinkan saya mengutip email beliau yang menurut saya
akan sangat berguna apabila diterapkan dalam kehidupan kita (tentunya yang
positif).
Kita tidak perlu malu meniru bangsa lain, dari 10 point yang ada, kalau kita
simak bersama sebenarnya sudah ada dalam diri bangsa kita hanya saat ini tanpa
kita sadari sedang tenggelam oleh keangkuhan dan keserakahan (kebalikan dari 10
point tersebut).
Skali lagi terima kasih buat pak Gatot atas sharing pengetahuannya.
Berikut 10 resep maju yang patut kita contoh dari perilaku orang Jepang, dan 10
point yang sudah hilang dari bangsa ini;
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata
jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan
dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870
jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).
Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari,
sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang
bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan
yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh
dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut
termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Di kampus, professor juga
biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat mahasiswa nggak enak pulang
duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang.
Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya
kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.
2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh
diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu
ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit
berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus,
dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek
negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya
jelek atau tidak naik kelas.
Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada
mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan.
Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap
keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk
nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di
stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap
lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah
menjadi kesepakatan umum.
3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti
konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa
awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya
orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya
selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan
memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup.
Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko
sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak
keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi
karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk saya
dulu sempat berpikir kenapa pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang
merepotkan masih digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC yang ada mode
dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada
listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng
dengan mahasiswa-mahasiswa nya.
4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan
rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang
Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau
dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang
yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih
dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan. Kota
Hofu mungkin sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang sangat
tertinggal dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk tetap
bertahan (tidak pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk bekerja
keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi kota makmur dan modern.
Bahkan saat ini kota industri terbaik dengan produksi kendaraan mencapai
160.000 per tahun.
5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik
temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh
masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman
yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki
oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan
tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun
1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi
mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan
diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang
dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih
cepat dan murah. Mobil yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah
dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar.
Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan “maneshita”
(peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide
dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru
teknik pembuatan roti dari cheef di Osaka International Hotel, menghasilkan
karya mesin pembuat roti (home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang
menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke
luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji
(meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya
menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber
energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau
Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap
gulita
Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya
gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun
berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga
kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita
Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan
elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun
industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga
awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang
mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony
Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama
shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang
ini
7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik),
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku
atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di
densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat
baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan
di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses
penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon
kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684,
seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman
modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa
minggu sejak buku asingnya diterbitkan. Saya biasa membeli buku literatur
terjemahan bahasa Jepang karena harganya lebih murah daripada buku asli (bahasa
inggris).
8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat
individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim
atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah
biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang
akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor
Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang
berkelompok”. Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah
ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling
gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas
besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti,
buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di
Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung
jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah
hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen
seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk
biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka
“meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan
berikutnya.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan
tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja
masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek
orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan
kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila
mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan
dengan orang Jepang karena ”hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang. Pertanian
merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena
masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang
dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan,
termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia
pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
Mungkin seperti itu 10 resep sukses yang bisa dirangkum. Bangsa Indonesia punya
hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya
dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan bahkan
mengalahkan mahasiswa Jepang. Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award
berlevel internasional. Kita yakin ada faktor “non-teknis” yang membuat
Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama mencari
solusi untuk berbagai permasalahan republik ini. Dan terakhir kita harus tetap
mau belajar dan menerima kebaikan dari siapapun juga.
Tetap dalam perdjoeangan !
0 komentar:
Post a Comment